Saat mengikuti Pendidikan Profesi Guru pada tahun 2018, saya ingat betul pada waktu itu salah satu dosen menyampaikan tentang pentingnya kami untuk mengikuti perubahan jaman sesuai dengan karakteristik abad 21. Saat itu beliau menayangkan video yang menggambarkan proses pembelajaran di satu negara maju, dimana murid-muridnya sudah terbiasa menggunakan teknologi canggih. Tidak nampak adanya papan tulis, yang nampak adalah layar sentuh yang sangat besar. Untuk penugasan proyek, mereka tinggal menyentuh dan menguji hasil rancangan mereka. Lengkap dengan data dan referensi yang diinginkan. Melihat itu semua, hati ini langsung ciut. Bisakah Pendidikan negara kita mengejar mereka? Bagaimana dengan sarana dan sumber dayanya? Namun kegelisahan itu tidak menyurutkan langkah saya untuk tetap mengikuti perkembangan zaman dan membuat skenario pembelajaran sesuai dengan abad 21 dengan memanfaatkan sebaik mungkin teknologi digital, sosial media dan juga portal Rumah Belajar. Namun kegelisahan itu tetap ada, hingga saya mengikuti program Guru Penggerak dan mengenal lebih dalam tentang Filosofi Ki Hajar Dewantara. Saya belajar bahwa Pendididan dan Kebudayaan mempunyai keterkaitan yang sangat erat, bahwa Pendidikan merupakan tempat bersemainya benih-benih kebudayaan yang penting dalam membangun sebuah peradaban. Hati ini menjadi ringan, tidak lagi gelisah dan berkecil hati. Bahwa pendidikan negara kita bisa jadi tertinggal jauh di sektor teknologi, bisa jadi sulit untuk mengejar kemajuan mereka, namun pendidikan kita mempunyai satu kekuatan yang tidak dimiliki negara lain, yaitu kekuatan nilai Sosial Budaya dan karakter bangsa yang telah diwariskan kepada kita.
Semangat saya makin kuat untuk mempelajari pemikiran Ki
Hajar Dewantara melalui modul 1 Pendidikan Calon Guru Penggerak. Saya mulai
mencari tahu dari berbagai sumber mulai dari Kepala Sekolah, rekan guru, para staf
dan murid, kira-kira apa saja nilai Sosial Budaya yang menunjukkan karakter
dilingkungan sekolah kami. Kemudian melalui diskusi dan kolaborasi dengan sesama
rekan Calon Guru Penggerak, kami mendapati satu nilai sosial kultural di
wilayah kabupaten Mojokerto yang sesuai dan layak diterapkan dalam pembelajaran.
Tradisi Sayan/ Soyo dilakukan oleh
masyarakat di sekitar wilayah kabupaten Mojokerto untuk membantu warga
yang mempunyai hajat. Tradisi ini dilakukan secara gotong-royong dan tolong
menolong tanpa mengharapkan upah atau imbalan untuk menumbuhkan rasa kemanusian
terhadap sesama. Dari sinilah muncul Gemolong ( Gerakan tolong menolong dan
Gotong-royong ). Gerakan ini akan di terapkan baik selama proses pembelajaran
maupun di luar proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang menyenangkan dan
berpihak pada anak didik.
Selasa 31 Mei 2022, saya
mulai melakukan pembelajaran dengan menerapkan Gemolong di kelas 7A SMPN 2
Mojosari, Mojokerto. Terkait kegiatan ini, sebelumnya saya telah berkoordinasi
dengan Kepala sekolah, Wakasek kurikulum, rekan guru IPA dan juga bagian
administrasi. Persiapan sudah saya lakukan mulai dari merancang RPP, menyiapkan
ruang Laboratorium, menyiapkan media pembelajaran dan juga mengundang rekan guru dan Kepala Sekolah agar bersedia
menjadi observer. Topik pembelajaran yang kami sajikan adalah Mitigasi bencana.
Melalui permainan tradisional jamuran, murid-murid memperagakan adegan
tindakan yang dilakukan saat mitigasi bencana. Sebelum pembelajaran dimulai,
kami melakukan pembiasaan baik yaitu mengambil sampah yang ada di sekitar tempat
duduk. Kegiatan ini dilakukan secara gotong-royong dengan maksud agar
kebersihan kelas tetap terjaga. Karena sejatinya menjaga kebersihan bukan hanya
kewajiban petugas piket, namun juga menjadi kewajiban warga kelas. Selama
pembelajaran berlangsung, murid - murid kelihatan sangat senang dan antusias.
Mereka bergotong-royong dan tolong menolong berbagi peran serta menentukan
adegan yang ditampilkan agar sesuai dengan Mitigasi Bencananya. Antusias dan
semangat mereka makin bertambah karena saat pembelajaran mereka diperkenankan
mengenakan busana tradisional yang mereka punyai. Dan yang tidak kalah penting,
selama pembelajaran, murid-murid belajar memainkan kembali Dolanan tradisional
Jamuran. Tadinya mereka belum begitu mengenal dan bahkan tidak pernah memainkan
dolanan tersebut. Hal ini memunculkan gagasan di kepala saya untuk mengeksplor
lebih jauh jenis Dolanan apa saja yang kira-kira sesuai dan dapat diterapkan
selama pembelajaran IPA.
Saat proses pembelajaran berlangsung
saya amati ada beberapa siswa yang hanya sekedar mengikuti gerakan temannya dan
enggan bergabung dengan kelompoknya. Setelah saya tanyakan permasalahannya
ternyata siswa tersebut tidak sreg dengan kelompoknya. Saya sadari ini
kesalahan saya karena pada saat awal sebelum pembelajaran, saya tidak melakukan
analisa diagnostik awal, sehingga saya kurang tepat dalam membagi kelompok.
Kemudian permasalahan lain timbul saat pembelajaran berakhir, kondisi kelas
agak sedikit berantakan dan ada beberapa serpihan sampah di dalam kelas.
Sehingga kedepannya sebelum pembelajaran berakhir saya akan mengajak murid
untuk bergotong-royong kembali mengambil sampah yang ada di kelas setelah pembelajaran
berakhir. Di akhir kegiatan, saya bersama-sama teman sejawat Guru IPA melakukan
refleksi terkait pembelajaran ini. Dari mereka saya mendapatkan saran dan
masukan terkait penilaian dan penugasan individu pada siswa. Saya rasa masukan
dari rekan-rekan ini sangat bagus dan penting untuk bahan perbaikan.
Saya percaya dengan adanya
dukungan penuh dari Kepala Sekolah, murid, wali murid dan semua warga sekolah, Gemolong
ini jika dilakukan dengan disiplin dan terus-menerus maka lingkungan kelas akan
selalu bersih, dan jika kegiatan ini diterapkan di semua sudut sekolah, maka
lingkungan sekolah juga akan bersih dan terawat. Dan yang paling utama,
Gemolong bisa menyajikan pembelajaran yang berpihak pada murid, memenuhi kodrat
mereka sesuai pemikiran Ki Hajar Dewantara, bahwa kodrat anak adalah bermain.
Saya berharap saya bisa menerapkan Modul 1.1 pendidikan Calon Guru Penggerak
dengan baik, sehingga bisa saya jadikan motivasi untuk mempelajari Modul
selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar