Artikel

Rumah Belajar

Post Page Advertisement [Top]

Teknologi, Sel Punca, dan Etika

Kita mungkin sering mendengar kata  transplantasi, apalagi didunia medis, transplantasi bukanlah hal yang asing. Seiring dengan kemajuan teknologi, transplantasi sudah sering berhasil dilakukan semisal transplantasi hati, jantung, mata bahkan penis. Tapi transplantasi kepala manusia? Sudah pasti membuat mata terbelalak. Bisakah?

           

(Sergio Canavero dan partnernya Ren Xiaoping)

Secara keilmuan transplantasi kepala memang sudah pernah dan berhasil dilakukan. Setidaknya seorang dokter dari Cina dan Itali sudah berhasil melakukan transplantasi kepala pada tikus dan anjing. Keberhasilan mereka tidak lepas dari peran penting sel punca, Sel punca atau sel induk atau sel batang (bahasa Inggris: stem cell) merupakan sel yang belum berdiferensiasi dan mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk berkembang menjadi banyak jenis sel yang berbeda di dalam tubuh. Sel punca juga berfungsi sebagai sistem perbaikan untuk mengganti sel-sel tubuh yang telah rusak demi kelangsungan hidup organisme. Saat sel punca terbelah, sel yang baru mempunyai potensi untuk tetap menjadi sel punca atau menjadi sel dari jenis lain dengan fungsi yang lebih khusus, misalnya sel otot, sel darah merah atau sel otak, Sehingga kehadiran sel punca bisa sangat membantu proses transplantasi.

Namun demikian meskipun sel punca dipercaya memiliki potensi yang besar dalam bidang medis, pengobatan dengan menggunakan sel ini masih menimbulkan pro dan kontra. Kontroversi ini muncul karena sel punca yang dapat digunakan untuk mengobati segala penyakit ini didapatkan langsung dari embrio. Embrio yang diambil sel puncanya dapat mengalami gangguan hingga kematian. Bagi sebagian orang yang kontra dengan terapi sel punca ini menganggap bahwa embrio adalah bentuk dari manusia yang paling awal, sehingga terapi ini tak ada bedanya dengan membunuh manusia.

           

Ditinjau dari segi pelaksanaan, kalaupun betul akan dilaksanakan  maka operasi transplantasi kepala manusia akan berlangsung sangat rumit, terbukti dengan diperlukannya tenaga medis yang besar jumlahnya (sekitar 150 dokter ) dan prediksi durasi yang dibutuhkan ( 36 jam ). Tentunya hal tersebut memerlukan persiapan yang matang dari berbagai faktor antara lain faktor teknik aseptic dan sterilisasi dalam operasi. Teknik aseptik adalah salah satu cara untuk memperoleh kondisi bebas darimikroorganisme. Dasar dari teknik ini adalah bahwa infeksi berasal dari luar tubuh, sehingga teknik ini dipakai untuk mencegah masuknya infeksi dari luar  tubuh melalui tempat pembedahan. Tujuan akhir dari aseptik adalah untuk menghindarkan pasien dari infeksi paska operasi dan untuk mencegah penyebaran patogen.

Dalam pembedahan prosedur aseptik meliputi tindakan sebelum, saat maupun sesudah tindakan bedah, yaitu :

a.       Pemakaian masker dan penutup kepala.

b.      Mencuci tangan.

c.       Pemakaian sarung tangan dan jubah operasi.

d.      Persiapan penderita.

e.       Memelihara sterilisitas medan operasi.

f.        Menggunakan teknik operasi aman.

g.       Sterilisitas dari ruang operasi minor dan alat operasi

Pada kasus transplantasi kepala manusia, teknik aseptik dan sterilisasi yang diterapkan akan jauh lebih rumit dan bisa menjadi salah satu penghalang proses operasi karena harus bisa menjaga kepala yang terputus untuk tetap hidup. Dalam berbagai transplantasi, organ donor harus dijaga tetap hidup sampai dapat ditempatkan ke dalam tubuh penerima. Sebab, begitu dilepaskan dari tubuh, organ manusia langsung memulai kematiannya. Oleh karena itu, dokter harus mendinginkan organ untuk mengurangi jumlah energi yang dibutuhkan agar sel tetap hidup. Dalam hal ini Dr, Sergio Canevaro akan mendinginkan kepala manusia transplant tersebut pada suhu -15o C

Dengan menggunakan larutan air garam dingin, dokter dapat mempertahankan ginjal selama 48 jam, hati selama 24 jam, dan jantung selama 5-10 jam. Namun, kepala merupakan organ paling kompleks di dalam tubuh. Selain menjadi rumah bagi otak, mata, telinga, hidung, dan mulut, kepala juga memiliki dua sistem kelenjar: pituitari yang berfungsi mengontrol hormon yang mengalir ke seluruh tubuh dan kelenjar liur yang memproduksi air liur. Hal ini yang membuat para ahli masih meragukan Canavero dan keberhasilan transplantasi kepala.

Kita tidak bisa pungkiri bahwa teknologi kedokteran berkaitan langsung dengan hidup matinya manusia, sedangkan kehidupan dan kematian manusia adalah suatu hal yang mempunyai kedudukan tinggi dalam nilai-nilai moral di mana pun. Sehingga, setiap perlakuan terhadapnya akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dari segi moral. Inilah dasar perkembangan bioetika dan ini pula alasannya mengapa kemajuan teknologi kedokteran selalu berhadapan dengan bioetika. Bioetika merupakan cabang ilmu biologi dan ilmu kedokteran yang menyangkut masalah di bidang kehidupan, tidak hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan kemungkinan timbulnya pada masa yang akan datang.  

Tiga etika dalam bioetika yaitu:

1.       Etika sebagai nilai-nilai dan asa-asas moral yang dipakai seseorang atau suatu kelompok sebagai pegangan bagi tingkah lakunya.

2.       Etika sebagai kumpulan asas dan nilai yang berkenaan dengan moralitas (apa yang dianggap baik atau buruk). Misalnya: Kode Etik Kedokteran, Kode Etik Rumah Sakit

3.       Etika sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dari sudut norma dan nilai-nilai moral.

Sebelum transplantasi kepala dianggap layak dilakukan pada manusia, semua masalah harus diselesaikan dengan uji coba pada binatang. Eksperimen semacam itu akan menghadapi banyak halangan dan rintangan untuk mendapatkan persetujuan  karena dianggap terlalu kejam dan jauh dari rasa kemanusiaan. Sehingga sudah pasti transplantasi kepala manusia bertentangan dengan prinsip bioetika.

Para ahli masih meragukan Canavero dan keberhasilan transplantasi kepala. Secara teknik mereka menemukan adanya rintangan besar yang harus dihadapi oleh Canavero jika ahli syaraf bedah itu benar-benar serius ingin mentransplantasi kepala manusia  Belum lagi secara etika dimana transplantasi kepala manusia nampak nyata bertentangan dengan norma dan nilai moral. Jadi meskipun teknologi sains khususnya dibidang medis berkembang sangat pesat dan mengagumkan namun  transplantasi pada kepala manusia tidak sepatutnya dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]